227 PATIMOKKHA SIKKHAPADA
Oleh : HRH The Late Supreme
Patriarch Prince Vajirañãnavarorasa,
Alih Bahasa : Bhikkhu Jeto, Penerbit : Yayasan Dhammadipa Arama, Jakarta 1989)
Peraturan-peraturan ke-Bhikkhu-an yang ditentukan oleh Sang Buddha (Sikkhapada) meliputi :
1.
Yang ada didalam Patimokkha.
2.
Yang tidak ada dalam Patimokkha.
Yang ada dalam Patimokkha meliputi:
1.
Empat Parajika.
2.
Tiga belas Sanghadisesa.
3.
Tiga puluh Nissaggiya-pacittiya.
4.
Dua Aniyata.
5.
Sembilan puluh dua Pacittiya.
6.
Empat Patidesaniya.
7.
Tujuh puluh lima Sekhiyavatta.
Tujuh peraturan tersebut di atas
meliputi 220 dan ditambah 7 Adhikarana Samatha, semuanya berjumlah 227
peraturan.
EMPAT PARAJIKA.
EMPAT PARAJIKA.
1.
Seorang Bhikkhu yang melakukan
hubungan sex maka ia melakukan Parajika
2.
Seorang Bhikkhu yang mengambil
sesuatu yang belum diberikan oleh yang mempunyai/ pemilik dan mempunyai nilai
seharga 5 masaka atau lebih, maka ia melakukan Parajika
3.
Seorang Bhikkhu yang secara sengaja
membunuh seorang manusia/ menyebabkan seorang manusia terbunuh, maka ia
melakukan Parajika.
4.
Seorang Bhikkhu yang menyombongkan
Uttarimanusadhamma (tingkatan perkembangan bathin, yang lebih tinggi daripada
tingkat manusia biasa) yang sebenarnya belum dicapainya, melanggar Parajika.
TIGA BELAS MACAM SANGHADISESA.
1. Seorang Bhikkhu yang secara sengaja
menyebabkan dirinya mengeluarkan air mani (rancap), melakukan Sanghadisesa.
2.
Seorang bhikkhu yang terangsang
birahinya, mengucapkan kata-kata yang merayu dan tidak sopan di hadapan seorang
wanita, melakukan Sanghadisesa.
3.
Seorang Bhikkhu yang terangsang
nafsu birahinya menyentuh tubuh seorang wanita, melakukan Sanghadisesa.
4.
Seorang Bhikkhu yang terangsang
nafsu birahinya, mengucapkan kata-kata secara menggoda bahwa seorang wanita
seharusnya menikmati hubungan kelamin/sex dengan seorang laki-laki, melakukan
Sanghadisesa.
5.
Seorang Bhikkhu yang memainkan
peranan sebagai tukang mencarikan jodoh yang membuat seorang pria dan seorang
wanita menjadi suami istri, melakukan Sanghadisesa.
6. Jika seorang Bhikkhu sedang
mendirikan gubuk, yang dari tanah hat/ campuran semen, dan yang ditempatinya
sendiri tanpa ada penghuni lain, harus memenuhi praturan-peraturan tertentu
seperti berikut : Panjang gubuk = 12 ukuran segitiga dan lebarnya harus = 7
Sugata, dan letak gubuk tersebut harus mendapat persetujuan dari Sangha akan
letaknya. Jika lebih luas dari peraturan tersebut tadi, maka Bhikkhu tersebut
melakukan Sanghadisesa.
7. Jika gubuk tadi dibangun dengan
seorang dayaka yang menjadi pemiliknya, ukurannya dapat dibuat lebih besar dari
peraturan tersebut di atas, tetapi letaknya harus mendapat persetujuan dari
Sangha terlebih dahulu. Jika Sangha tidak dimintai persetujuan mengenai
letaknya, maka Bhikkhu tersebut melakukan Sanghadisesa.
8. Jika seorang Bhikkhu yang marah dan
jengkel secara sengaja menuduh Bhikkhu lain melakukan pelanggaran Parajika
apatti, yang tidak berdasarkan atas bukti dan kenyataan, maka ia melakukan
Sanghadisesa.
9.
Jika seorang Bhikkhu yang merasa
marah dan jengkel secara dengan alasan yang dibuat-buat maupun dengan tipu
muslihat, menuduh Bhikkhu lain melakukan pelanggaran Parajika appati, maka
Bhikkhu tersebut melakukan Sanghadisesa.
10. Jika seorang Bhikkhu memecah belah
Sangha dan menimbulkan pertentangan dalam Sangha walaupun Bhikkhu-bhikkhu lain
melarang berbuat demikian, tetapi Bhikkhu tersebut tidak mau mematuhi, maka
Sangha harus mengumumkan KAMMA VACA dengan maksud untuk memperingatkan Bhikkhu
tersebut, supaya menghentikan sikap-sikapnya itu, bila Bhikkhu tersebut tetap
tidak mematuhi, dia melakukan Sanghadisesa.
11. Jika seorang Bhikkhu mengikuti sikap
seorang Bhikkhu yang berusaha memecah belah Sangha tadi (seperti nomor 10) dan
walaupun Bhikkhu lain telah melarangnya tapi Bhikkhu itu tak mau mematuhinya,
maka Sangha harus mengumumkan KAMMAVACA, dengan maksud memperingatkannya supaya
menghentikan sikap-sikapnya itu, jika ia tetap tidak mau menghentikan sikapnya,
maka ia melakukan Sanghadisesa.
12. Jika seorang Bhikkhu sukar diajar
dan dibetulkan sikapnya yang salah dan Bhikkhu-bhikkhu yang lain telah
memperingatkannya bahwa seharusnya dia jangan seperti itu tetapi Bhikkhu itu
tidak mau mematuhi, maka Sangha harus mengumumkan KAMMAVACA dengan maksud
memperingatkannya supaya menghentikan sikapnya itu, bila Bhikkhu tersebut tetap
tidak mau mematuhi maka ia melakukan Sanghadisesa.
13. Jika seorang Bhikkhu memuji dan
menyinggung-nyinggung orang awam dengan maksud untuk menarik keuntungan dari
mereka, dan Bhikkhu lain mengusirnya dari tempat tinggalnya, dan sebaliknya
lalu mengkritik mereka, dan walaupun seorang Bhikkhu lain memperingatkannya
agar supaya dia tak berbuat demikian, tetapi dia tak mematuhinya, maka Sangha
harus mengumumkan KAMMAVACA dengan maksud untuk memperingatkan Bhikkhu
tersebut, jika Bhikkhu tersebut tetap tidak mau mematuhi maka ia melakukan
Sanghadisesa.
DUA ANIYATA.
1. Jika seorang Bhikkhu duduk dengan
seorang wanita di suatu tempat yang terpencil (dimana mereka mengira tak dapat
terlihat) dan seorang umat biasa yang dapat dipercaya mengatakan Bhikkhu
tersebut telah melakukan Parajika, Sanghadisesa atau Pacittiya dan bhikkhu
tersebut membenarkan pernyataan tersebut, maka hal tersebut harus diselesaikan
sesuai dengan pelanggaran yang telah dilakukan menurut golongan pelanggaran
peraturan yang telah disebutkan oleh umat awam tadi.
2.
Jika seorang Bhikkhu duduk berdua
dengan seorang wanita di suatu tempat yang terpencil (dimana ia mengira tak
dapat terlihat) atau tidak memungkinkan orang lain mendengarkan pembicaraannya.
Dan seorang umat awam yang dapat dipercaya mengatakan bahwa bhikkhu tersebut
telah melakukan Parajika, Sanghadisesa atau Pacittiya dan Bhikkhu itu
membenarkan pula pernyataan tersebut maka persoalan ini harus diselesaikan
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan atau menurut golongan pelanggaran
peraturan yang disebutkan di atas/yang disebutkan umat awam tadi.
TIGA PULUH NISAGGIYA PACITTIYA.
Terbagi atas tiga kelompok yang masing-masing terdiri atas 10 peraturan.
KELOMPOK PERTAMA : CIVARAVAGGA -
Mengenai Jubah.
1. Seorang Bhikkhu diperbolehkan
menyimpan jubah baru/ekstra paling lama sepuluh hari, jika menyimpan jubah
tersebut lebih dari sepuluh hari, maka ia melakukan pelanggaran Nissaggiya
Pacittiya.
2. Jika seorang Bhikkhu terpisahkan
dari jubah utamanya selama 1 malam, kecuali telah memperoleh izin dari Sangha,
maka ia melakukan Nissaggiya Pacittiya.
3. Jika kain yang dimiliki seorang
Bhikkhu untuk membuat sebuah jubah tidaklah cukup, dan jika ia mengharap kain
tambahan lagi, dia boleh menyimpan kain yang dimilikinya itu satu bulan
lamanya, jika ia menyimpan kain tersebut lebih dari satu bulan, sekalipun ia
masih berharap kain tambahan, dia tetap melakukan Nissaggiya Pacittiya.
4.
Jika seorang Bhikkhu menyuruh
seorang Bhikkhuni yang tidak ada hubungan kekeluargaan dengannya untuk
mencucikan/mencelup jubahnya, maka ia melakukan Nissaggiya Pacittiya.
5. Jika seorang Bhikkhu menerima jubah
dari tangan seorang Bhikkhuni yang tidak mempunyai hubungan kekeluargaan
dengannya kecuali atas dasar tukar menukar, maka ia melakukan Nissaggiya
Pacittiya.
6. Jika seorang Bhikkhu meminta dan
memperoleh sebuah jubah dari umat biasa yang bukan keluarganya ataupun tidak
memberikan pavarana dia melakukan Nissagiya Pacittiya.
7.
Pavarana : "Suatu istilah yang
digunakan dalam Sangha, yang berarti seorang umat biasa telah
menawarkan/mengundang seorang Bhikkhu untuk meminta kepadanya kebutuhan apa
saja yang diinginkan kecuali umat biasa memberikan batas tawaran tersebut.
Berlaku sebulan seperti yang tertulis dalam peraturan Pacittiya no. 7 di dalam
acelaka vagga.
Bila memperoleh Pavarana seperti ini, seorang Bhikkhu boleh meminta paling banyak satu jubah dalam (antaravasaka) dan sebuah jubah luar (Otarasangha). Jika ia minta/memperoleh lebih banyak dari ketentuan itu, maka ia melakukan Nissagiya Pacittiya.
Bila memperoleh Pavarana seperti ini, seorang Bhikkhu boleh meminta paling banyak satu jubah dalam (antaravasaka) dan sebuah jubah luar (Otarasangha). Jika ia minta/memperoleh lebih banyak dari ketentuan itu, maka ia melakukan Nissagiya Pacittiya.
8. Jika seorang umat biasa yang bukan
keluarga dan belum memberikan Pavarana mengatakan bahwa ia merencanakan
memberikan jubah kepada seorang Bhikkhu tertentu, dan setelah Bhikkhu tersebut
mengetahui, lalu meminta umat tersebut memberikan jubah yang bagus dan lebih
mahal daripada yang direncanakan oleh umat tersebut, dan memberikannya kepada
Bhikkhu itu, sehingga Bhikkhu tersebut memperolehnya, maka ia melakukan
Nisaggiya Pacittiya.
9. Jika beberapa umat biasa, yang bukan
sanak keluarga maupun belum memberikan Pavarana dan telah merencanakan
memberikan sebuah jubah kepada seorang Bhikkhu dan jika Bhikkhu tersebut
mengatakan sesuatu yang menyebabkan mereka bersama-sama pergi membeli jubah
untuk diberikan kepada Bhikkhu tersebut, apabila permintan itu dipenuhi, maka
Bhikkhu tersebut melakukan Nissaggiya Pacittiya.
10.
Jika seorang umat mengirim uang
dengan maksud untuk membeli jubah bagi seorang Bhikkhu, dan ia ingin mengetahui
siapa yang bertugas sebagai pembantu Bhikkhu (Veyyavacca) dan bila Bhikkhu
tersebut belum membutuhkan sebuah jubah dia harus menunjuk pembantunya dengan
mengatakan: "Orang ini adalah sebagai pembantu Bhikkhu di Vihara
ini." Kemudian umat tersebut memberikan penjelasan kepada pembantu
tersebut mengenai tugasnya dan juga memberitahukan kepada Bhikkhu yang
bersangkutan, bila membutuhkan jubah baru dapat memintanya kepada pembantu
tersebut. Bila Bhikkhu yang bersangkutan telah meminta sebanyak tiga kali dan
masih belum juga menerima dari pembantu tersebut walau permintaannya tersebut
sampai enam kali, dan setelah meminta lebih dari itu ia lalu baru
mendapatkannya, maka ia telah melakukan Nissaggiya Pacittiya.
KELOMPOK KE DUA: KOSIYAVAGGA -
Mengenai Kain Sutra.
1. Jika seorang Bhikkhu menerima sebuah
permadani yang terbuat dari bulu domba (wol) yang bercampur dengan kain sutra,
maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
2. Jika seorang Bhikkhu menerima
permadani yang keseluruhannya terbuat dari wol berwarna hitam, maka ia melakukan
Nissagiya Pacittiya.
3. Jika seorang Bhikkhu akan membuat
sebuah permadani (kain untuk duduk bersila) yang baru, dia harus mempergunakan
sebagian wol putih sebagian wol merah dan dua bagian wol hitam. Dan jika ia
mempergunakan lebih dari dua bagian wol hitam, maka ia melakukan Nisaggiya
Pacittiya.
4. Seorang Bhikkhu yang telah menerima
sebuah permadani baru harus mempergunakannya selama enam tahun, apabila ia
memakai permadani tersebut lebih dari enam tahun, maka ia melakukan Nisaggiya
Pacittiya.
5. Jika seorang Bhikkhu akan menerima
permadani lain yang baru (setelah enam tahun) dia harus mengambil sebagian
permadani yang lama dan menggabungkannya pada permadani yang baru dengan maksud
untuk mengurangi keindahan permadani yang baru itu, jika ia tidak
menjalankannya maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
6. Jika seorang Bhikkhu sedang
bepergian dan di pedalaman seorang memberikan kain wol dan ia menginginkannya
dan menerimanya, jika tak ada seorangpun yang membawakannya dia boleh
membawanya sejauh 3 yojana (15 Km), jika ia membawa sendiri lebih dari 3 yojana
maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
7. Jika seorang Bhikkhu menyuruh
seorang Bhikkhuni yang tak mempunyai hubungan keluarga dengannya, mencuci,
mencelup, atau menggosok kain wol, maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
8. Jika seorang Bhikkhu menerima
uang/emas/perak dengan tangannya sendiri atau menyuruh orang lain menerimanya,
atau merasa gembira dengan uang yang disimpannya untuk Bhikkhu tersebut, maka
ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
9. Jika seorang Bhikkhu terlibat dalam
jual beli dengan mempergunakan uang (apa saja yang dapat dipergunakan dengan
uang) maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
10. Jika seorang Bhikkhu mengadakan
tukar menukar barang tanpa mempergunakan uang, dengan orang awam, maka ia melakukan
Nisaggiya Pacittiya.
KELOMPOK KE TIGA : PATTAVAGGA -
Mengenai Mangkok/bowl/Pata.
1. Sebuah mangkok yang disimpan oleh
seorang Bhikkhu, di samping mangkok yang telah ditetapkannya, untuk
dipergunakan selama hidup (di adhittana) disebut bowl atau mangkok extra,
seorang Bhikkhu dapat menyimpannya selama 10 hari, dan bila ia menyimpannya
lebih dari 10 hari, maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
2.
Jika seorang Bhikkhu memiliki sebuah
mangkok yang telah retak, dan tak perlu diperbaiki lagi dengan keseluruhan
retak yang lebarnya kurang dari 10 jari, kemudian dia meminta sebuah mangkok
yang baru dari seorang umat biasa yang tak mempunyai hubungan keluarga
dengannya dan belum memberikan Pivarana, maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
3.
Bila seorang Bhikkhu telah menerima
secara langsung dengan tangannya, salah satu dari lima macam obat-obatan ....
(ghee) mentega, minyak, madu dan sirup boleh menyimpannya untuk dipergunakan,
paling lama 7 hari, jika dia menyimpannya lebih dari 7 hari, maka ia melakukan
Nisaggiya Pacittiya.
4.
Bila masih ada 1 bulan musim panas,
seorang Bhikkhu boleh mencari sebuah jubah untuk mandi yang dipakai untuk musim
hujan, dalam jangka waktu setengah bulan musim panas, diperbolehkan untuk mandi
atau mempergunakannya. Jika menggunakan sebelum waktunya, maka ia melakukan
Nisaggiya Pacittiya.
5.
Jika seorang Bhikkhu telah
memberikan sebuah jubah kepada seorang Bhikkhu lain, kemudian karena merasa
marah lalu memintanya kembali/ menyuruh orang lain untuk mengambilnya, maka ia
melakukan Nisaggiya Pacittiya.
6.
Jika seorang Bhikkhu meminta benang
tenun dari seorang umat biasa yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengannya
dan juga tidak memberikan Pavarana kemudian menyuruh memintal benang tenun
tersebut menjadi sebuah jubah, maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
7.
Jika seorang umat yang tidak
mempunyai hubungan keluarga dan juga tidak memberikan Pavarana, menyuruh orang
lain memintal sebuah jubah untuk seorang Bhikkhu, dan kemudian Bhikkhu ini
mengatakan pada tukang pintal itu bila ia mengerjakannya buatlah yang lebih
bagus, dan Bhikkhu akan memberikan hadiah tertentu, maka ia melakukan Nisaggiya
Pacittiya
8. Jika selama sepuluh hari sebelum
Pavarana seorang dayaka memberikan sehelai kain untuk Vassa, maka seorang
Bhikkhu boleh menerimanya dan menyimpannya, jika ia menyimpannya lebih dari
waktu yang disebut 'waktu jubah' maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
9. Jika seorang Bhikkhu ingin menjalani
musim Vassa di suatu tempat dalam hutan yang terpencil dan ingin menyimpan
salah satu dari jubah utamanya di sebuah rumah yang terpisah darl tempat tinggal
di mana ia menjalani Vassa itu, dia boleh berbuat demikian paling lama 6 malam
dan harus disertai dengan alasan yang cukup. Jika ia menyimpan jubah utamanya
di sana lebih dari 6 malam tanpa seizin Sangha, maka ia melakukan Nisaggiya
Pacittiya.
10.
Jika seorang Bhikkhu menyuruh secara
sengaja seorang untuk memberikan hadiah kepadanya yang sebetulnya diperuntukkan
bagi Sangha, maka ia melakukan Nisaggiya Pacittiya.
SEMBILAN PULUH DUA PACITTIYA.
Dibagi menjadi (9) kelompok.
KELOMPOK PERTAMA : MUSAVADAVAGGA -
Mengenai perkataan yang tidak benar.
1.
Jika seorang Bhikkhu
berdusta/berbohong maka ia melakukan Pacittiya.
2.
Jika seorang Bhikkhu berbicara
dengan kata-kata kasar dan tidak sopan kepada Bhikkhu yang lain, maka ia
melakukan Pacittiya.
3.
Jika seorang bhikkhu
menjelek-jelekkan bhikkhu yang lain, ia melakukan Pacittiya.
4. Jika seorang bhikkhu mengajar Dhamma
kepada seorang biasa (yang bukan bhikkhu) dengan mengulangi kata demi kata, maka
ia melakukan Pacittiya.
5. Jika seorang bhikkhu tidur dengan
seorang biasa (yang bukan bhikkhu) di suatu tempat yang ada dinding yang
mengelilinginya dan di bawah atap yang sama, selama lebih dari 3 malam, maka ia
melakukan Pacittiya.
6.
Jika seorang bhikkhu tidur di bawah
satu atap bersama seorang wanita, sekalipun hanya semalam, ia telah melakukan
Pacittiya.
7. Jika seorang bhikkhu mengajarkan
Dhamma kepada seorang wanita, dan berbicara lebih dari enam kata, dia melakukan
Pacittiya. Kecuali ada orang laki-laki yang hadir dan mengikuti apa yang
dibicarakan.
8. Jika seorang bhikkhu berbicara,
bahwa ia telah mencapai tingkat-tingkat di atas manusia biasa
(Uttarimanusa-dhamma) yang kenyataannya memang demikian kepada seorang biasa
(yang bukan bhikkhu) dia melakukan Pacittiya.
9.
Jika seorang bhikkhu memberitahukan
kepada seorang biasa (bukan bhikkhu) tentang apatti yang berat dari bhikkhu
yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
10.
Jika seorang bhikkhu menggali tanah
atau menyuruh pada orang lain untuk menggali tanah, maka ia melakukan
Pacittiya.
KELOMPOK KE DUA : BHUTAGAMAGGA -
Mengenai Tumbuh-tumbuhan.
1. Jika seorang bhikkhu memetik dari
bagian manapun dari suatu tumbuh- tumbuhan hingga lepas dari tempat tumbuh maka
ia melakukan Pacittiya.
2. Jika seorang bhikkhu bersikap secara
tidak pantas dan sopan, lalu Sangha memanggilnya untuk dimintakan pertanggungan
jawab, tapi ia menjawab secara menghindar atau tidak mau menjawab sama sekali,
dan Sangha lalu mengumumkan Kammavaca, maka ia melakukan Pacittiya.
3.
Jika seorang bhikkhu merendahkan
seorang bhikkhu yang lain yang telah ditunjuk oleh Sangha untuk menjalankan
tugas-tugas Sangha, dan jika bhikkhu tersebut ternyata dapat menjalankan
tugasnya dengan baik, dan penghinaannyapun tidak mempunyai dasar, maka ia melakukan
Pacittiya.
4. Jika seorang bhikkhu mengambil
tempat tidur, bangku, kasur, kursi kepunyaan Sangha dan meletakkannya di tempat
terbuka dan kemudian dia terus pergi tanpa mengembalikan/dia pergi tanpa
memberitahukan kepada bhikkhu yang bertugas mengurus barang-barang tersebut,
maka ia melakukan Pacittiya.
5.
Jika seorang bhikkhu mengambil
perlengkapan untuk tidur kepunyaan Sangha, dan menempatkannya di sebuah gubuk
milik Sangha, kemudian pergi tanpa mengembalikan perlengkapan-perlengkapan
tersebut, atau pun dia pergi tanpa memberitahukan kepada bhikkhu yang bertanggung
jawab atas peralatan tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
6.
Jika seorang bhikkhu yang mengetahui
bahwa sebuah gubuk telah didiami oleh bhikkhu yang lain yang datang lebih
dahulu, lalu secara sengaja berbaring di situ dengan harapan supaya bhikkhu
yang lain itu berlalu karena melihat tak ada ruang/tempat lain, maka ia
melakukan Pacittiya.
7. Jika seorang bhikkhu merasa tidak
senang dan marah kepada bhikkhu yang lain lalu menyeret, mendorong atau
mengusirnya keluar dari gubuk milik Sangha, maka ia melakukan Pacittiya.
8. Jika seorang bhikkhu dengan tidak
mengindahkan tubuhnya, (berat tubuhnya) duduk di atas tempat tidur yang kakinya
tidak begitu kokoh, maka ia melakukan Pacittiya.
9.
Jika seorang Bhikkhu bermaksud
memperoleh tanah liat untuk melapis atap sebuah gubuk, dia harus melapis atap
itu setebal tiga lapis saja. Bila ia melapis lebih dari jumlah tersebut di
atas, maka ia melakukan Pacittiya.
10. Jika seorang bhikkhu mengetahui akan
adanya makhluk-makhluk hidup dalam suatu tempat yang bisa diisi air lalu menuangkannya
di atas tanah atau rumput, maka ia melakukan Pacittiya.
KELOMPOK KE TIGA : OVADAVAGGA - Kelompok
mengenai cara mengajar.
1. Jika seorang Bhikkhu mengajar para
Bhikkhuni tanpa memperoleh izin dari Sangha, maka ia melakukan Pacittiya.
2.
Sekalipun memperoleh izin dari
Sangha, apabila seorang Bhikkhu mengajar Bhikkhuni setelah matahari terbenam, maka
ia melakukan Pacittiya.
3. Jika seorang Bhikkhu yang pergi
mengunjungi tempat tinggal Bhikkhuni, kecuali ada seorang Bhikkhuni yang sakit,
maka ia melakukan Pacittiya.
4. Jika seorang Bhikkhu merendahkan
Bhikkhu lain dengan mengatakan bahwa Bhikkhu tersebut mengajar para Bhikkhuni
sebab dia mengharapkan hadiah, maka ia melakukan Pacittiya.
5.
Jika seorang Bhikkhu memberikan
jubah kepada seorang Bhikkhuni yang tidak mempunyai hubungan keluarga
dengannya, kecuali bila atas dasar tukar menukar, maka ia melakukan Pacittiya.
6.
Jika seorang Bhikkhu menjahit Jubah
seorang Bhikkhuni yang tidak mempunyai hubungan keluarga dengannya, ataupun
menyuruh orang lain untuk menjahit jubah Bhikkhuni tersebut, maka ia melakukan
Pacittiya.
7.
Jika seorang Bhikkhu meminta seorang
Bhikkhuni menemaninya di suatu perjalanan akhir sebuah desa, kecuali bila jalan
yang akan ditempuh berbahaya, maka ia melakukan Pacittiya.
8.
Jika scorang Bhikkhu mengajar
seorang Bhikkhuni naik perahu dengannya bepergian ke hulu/hilir sungai, maka ia
melakukan Pacittiya.
9.
Jika seorang Bhikkhu makan makanan
yang diperoleh seorang Bhikkhuni dengan jalan memaksa umat biasa untuk
memberinya, kecuali bila umat biasa tersebut telah berniat untuk memberikan
makanan kepada Bhikkhu tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
10.
Jika seorang Bhikkhu duduk/berbaring
di suatu tempat terpencil dengan seorang wanita, tanpa ada orang lain hadir,
maka ia melakukan Pacittiya.
KELOMPOK KE EMPAT : BHOJANAVAGGA -
mengenai makanan.
1. Kecuali jika seorang bhikkhu sedang
sakit, dia diperbolehkan makah sekali untuk sehari saja di tempat makan umum di
mana makanan disediakan kepada siapa saja tanpa ada keistimewaan.Untuk ini dia
harus berpantang makan di tempat tersebut, sedikit-dikitnya sehari dan kemudian
boleh makan lagi di sana. Jika ia makan di sana selama 2 hari/lebih
berturut-turut, maka ia melakukan Pacittiya.
2.
Jika seorang Dayaka mengundang
seorang bhikkhu untuk makan salah satu dari lima macan makanan, nasi, kue, ikan
atau daging, dan jika empat orang Bhikkhu atau lebih pergi menerima undangan
itu/memakannya di sana, maka ia melakukan Pacittiya. Terkecuali
a.
sedang sakit,
b.
waktu jubah,
c.
waktu membuat jubah,
d.
sedang menempuh perjalanan jauh,
e.
sedang bepergian dengan kapal,
f.
jika banyak Bhikkhu yang Pindapata,
sehingga makanannya tak cukup untuk dimakan.
g.
makanan yang diberikan oleh petapa.
3.
Jika seorang Bhikkhu diundang untuk
makan di suatu tempat tertentu tetapi bukannya pergi menerima undangan
tersebut, melainkan pergi menerima di tempat lain, maka ia melakukan Pacittiya.
Kecuali
yaitu bila sebelumnya, dia menyampaikan undangan tersebut kepada Bhikkhu lain
yang akan pergi sebagai gantinya, atau ia sedang sakit, atau pula bila waktu
tersebut merupakan waktu untuk membuat jubah.
4.
Jika seorang Bhikkhu pergi Pindapata
ke sebuah rumah dan seorang umat awam memberikan sejumlah besar makanan, dia
diperbolehkan menerimanya, hingga tiga mangkok penuh.
Jika ia menerimanya lebih dari jumlah tersebut, maka ia melakukan Pacittiya. (makanan yang diterimanyapun harus dibagi-bagikan kepada Bhikkhu yang lain).
Jika ia menerimanya lebih dari jumlah tersebut, maka ia melakukan Pacittiya. (makanan yang diterimanyapun harus dibagi-bagikan kepada Bhikkhu yang lain).
5.
Jika seorang Bhikkhu telah makan di
suatu tempat tertentu dan kemudian masih menerima undangan untuk makan dan
ditolaknya, dan kemudian ia pergi dari tempat itu untuk makan di tempat lain
yang belum dimakan oleh seorang Bhikkhu yang sakit, maka ia melakukan
Pacittiya.
6.
Jika seorang Bhikkhu mengetahui
bahwa Bhikkhu yang lain telah menolak undangan makan (karena mematuhi
peraturan) yang di atas dan keinginan mencari kesalahan Bhikkhu yang jujur itu,
lalu makan yang belum dimakan oleh seorang Bhikkhu yang sakit dan juga mengajak
Bhikkhu yang jujur itu untuk ikut makan dan jika ia berhasil dalam usahanya
itu, maka ia melakukan Pacittiya.
7.
Jika seorang Bhikkhu makan diluar
jangka waktu yang telah ditentukan yaitu dari tengah hari hingga fajar pada
keesokan harinya, maka ia melakukan Pacittiya.
8. Jika seorang Bhikkhu makan makanan
yang telah diberikan kepadanya/ secara langsung diterima dengan tangannya
sendiri/Bhikkhu lain, pada hari sebelumnya, maka ia melakukan Pacittiya.
9.
Jika seorang Bhikkhu meminta
makanan-makanan dari salah satu makanan berikut ini, nasi, mentega, minyak,
madu, air jeruk, ikan, daging, susu sapi, dari seorang umat awam yang tidak
mempunyai kekeluargaan/tidak memberikan Pavarana dan jika ia menerima dan
memakannya, maka ia melakukan Pacittiya.
10.Jika seorang Bhikkhu makan makanan
dari seorang umat awam, tanpa menyerahkannya secara langsung ke
tangannya/kepada Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
Kecuali air murni/air hujan yang belum dimasak serta tusuk gigi.
Kecuali air murni/air hujan yang belum dimasak serta tusuk gigi.
KELOMPOK KE LIMA : ACELAKAVAGGA -
Mengenai petapa telanjang.
1.
Jika seorang Bhikkhu memberikan
makan kepada orang lain dengan tangannya sendiri, sedang orang itu ditabiskan
dalam agama yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
2. Jika seorang Bhikkhu mengajak
Bhikkhu lain pergi Pindapata dengannya, karena keinginan untuk berbuat sesuatu
yang tidak pantas lalu mengusir Bhikkhu lain itu, maka ia rnelakukan Pacittiya.
3. Jika seorang Bhikkhu duduk bersama
(bercampur) dengan keluarga yang sedang makan, maka ia melakukan Pacittiya.
4.
Jika seorang Bhikkhu duduk
bercakap-cakap dengan seorang wanita di suatu tempat/ruangan tanpa ada seorang
laki-laki yang hadir, maka ia melakukan Pacittiya.
5.
Jika seorang Bhikkhu duduk di suatu
tempat terbuka dengan seorang wanita dan hanya mereka berdua, maka ia melakukan
Pacittiya.
6. Jika seorang Bhikkhu telah menerima
undangan untuk makan di suatu tempat dan mau pergi ke tempat yang lain, baik
sebelum/sesudahnya makan di tempat tersebut, dia harus memberitahukan kepada
bhikkhu lain yang bertugas dalam hal ini dimana ia bertinggal, jika ia tidak
memberitahukan, maka ia melakukan Pacittiya.
7.
Jika seorang awam memberikan
Pavarana mengenai empat macam kebutuhan, seorang Bhikkhu diperbolehkan meminta
kebutuhan-kebutuhan tersebut dalam jangka waktu empat bulan terhitung dari saat
tawaran tersebut diumumkan, jika ia minta barang-barang kebutuhan tersebut
setelah empat bulan berlalu, kecuali bila tawarannya diperpanjang untuk seumur
hidup, maka ia melakukan Pacittiya.
8.
Jika seorang Bhikkhu melihat
sepasukan tentara yang berbaris menyiapkan diri untuk berperang, kecuali bila
ada alasan yang kuat, maka ia melakukan Pacittiya.
9.
Seandainya ada alasan kuat yang
mendesaknya untuk pergi tinggal bersama tentara, ia diperbolehkan tinggal
selama tiga hari, lebih dari itu ia melakukan Pacittiya.
10.
Selagi tinggal bersama tentara bila
ia pergi melihat pertempuran, melihat mereka berlatih, melihat mereka untuk
berperang/melihat tentara berbaris dan bersiap-siap untuk berperang, maka ia
melakukan Pacittiya.
KELOMPOK KE ENAM : SURAPANAVAGGA -
mengenai minuman keras.
1.
Jika seorang Bhikkhu minum minuman
keras yang memabukkan, maka ia melakukan Pacittiya.
2.
Jika seorang Bhikkhu mengkritik
Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
3.
Jika seorang Bhikkhu berenang di air
untuk bersenang-senang, maka ia melakukan Pacittiya.
4.
Jika seorang Bhikkhu menunjukkan
sifat/memperlihatkan keras kepala akan pelaksanaan Vinaya, maka ia melakukan
Pacittiya.
5.
Jika seorang Bhikkhu menakut-nakuti
bhikkhu yang lain, membuatnya takut pada hantu, maka ia melakukan Pacittiya.
6.
Jika seorang Bhikkhu tidak menderita
sesuatu demam menyalakan api dan menyuruh orang lain untuk menyalakan api untuk
maksud menghangatkan tubuhnya, maka ia melakukan Pacittiya. Jika menyalakan api
baik tidak merupakan pelanggaran.
7. Jika seorang Bhikkhu tinggal di
Majjhima desa (tempat yang terletak di propinsi tengah di India yang sulit
airnya) dia diperbolehkan mandi setiap lima belas hari saja. Jika ia mandi
lebih dari jangka waktu tersebut, kecuali dalam soal-soal yang
penting/mendesak, maka ia melakukan Pacittiya. Di negara-negara lain
diperbolehkan mandi tanpa ada pelanggaran.
8. Jika seorang Bhikkhu baru saja
memperoleh kain jubah yang baru, dia harus memberi tanda pada kain tersebut
dari salah satu 3 warna yang diizinkan sebelum memakai kain yang berwarna yang
diperbolehkan meliputi : biru, coklat tua atau warna lumpur. Jika tidak
memberikan tanda sebelum mempergunakan maka ia melakukan Pacittiya.
9. Jika seorang Bhikkhu menggabungkan
sebuah jubah/yang lebih dari ketentuan dengan Samanera yang lain/Bhikkhu, lalu
memakainya tanpa setahu kawan/yang menggabungkan tersebut/tanpa memberikan izin
memakainya, maka ia melakukan Pacittiya.
10.
Jika seorang Bhikkhu menyembunyikan
salah satu milik Bhikkhu yang lain, berupa mangkok, jubah, kain untuk duduk,
jarum, ikat pinggang sekalipun untuk bermain-main, maka ia melakukan Pacittiya.
KELOMPOK KE TUJUH : SAPPANAVAGGA - Mengenai
makhluk-makhluk Hidup.
1. Jika seorang Bhikkhu membunuh dengan
sengaja makhluk hidup apapun, maka ia melakukan Pacittiya.
2.
Jika seorang Bhikkhu mengetahui ada
makhluk-makhluk hidup di dalam air, tetap mempergunakan air itu, dalam
mangkuk/gelas, maka ia melakukan Pacittiya.
3.
Jika seorang Bhikkhu telah
mengetahui bahwa sesuatu pasal yang sah dalam Sangha telah diselesaikan dan dirundingkan
dengan teliti lalu membicarakannya lagi untuk dirundingkan kembali, maka ia
melakukan Pacittiya.
4.
Jika seorang Bhikkhu mengetahui akan
suatu apatti yang berat bagi seorang bhikkhu yang lain, dan lalu
menyembunyikannya, maka ia melakukan Pacittiya.
5.
Jika seorang Bhikkhu secara sadar
bertindak sebagai seorang Upajjhaya di dalam suatu Upasampada dari seorang
pemuda yang belum berusia dua puluh tahun, maka ia melakukan Pacittiya.
6.
Jika seorang Bhikkhu secara sadar
mengajak seorang pedagang yang menghindari pemungutan bea dan cukai/seperti
penyelundup untuk menempuh suatu perjalanan bersama sekalipun hanya sejauh
sejarak desa kecil, maka ia melakukan Pacittiya.
7. Jika seorang Bhikkhu membujuk
seorang wanita untuk menempuh suatu perjalanan, dengan bersama-sama sekalipun
hanya sejauh sejarak desa kecil, maka ia melakukan Pacittiya.
8.
Jika seorang Bhikkhu mengucapkan
kata-kata yang bertentangan dengan sesuatu khotbah dari Sang Buddha, dan
kemudian Bhikkhu-Bhikkhu yang lain melarangnya berbuat demikian, tetapi dia
tetap tidak mau mempedulikannya, dan jika Sangha mengumumkan Kammavaca sebanyak
3X, maka ia melakukan Pacittiya.
9. Jika seorang Bhikkhu bergaul rapat
dengan Bhikkhu semacam itu/ nomor 8, yang berarti mereka makan sama-sama
menjalankan Uposatham Sanghakamma sama, maka ia melakukan Pacittiya.
10.
Jika seorang Bhikkhu bergaul rapat
dengan seorang Samanera yang telah dicela oleh Bhikkhu lain karena Samanera
tersebut telah membicarakan hal-hal yang bertentangan dengan Dhammadesana Sang
Buddha, maka ia melakukan Pacittiya. (bergaul secara rapat di sini berarti Sang
Bhikkhu menyuruh Samanera semua tugas-tugasnya/Upathaka = makan bersama ataupun
tidur bersama, maka ia melakukan Pacittiya).
KELOMPOK KE DELAPAN :
SAHADHAMMIKAVAGGA - Mengenai hal yang sesuai dengan Dhamma
1.
Jika seorang Bhikkhu mempunyai
tingkah laku yang salah dan seorang Bhikkhu lain mengingatkannya tetapi ia tak
mau menerima peringatan dengan menunda-nunda, dengan mengatakan bahwa ia harus
lebih dahulu menanya seseorang lain yang ahli dalam Vinaya sebelum dia menerima
peringatan tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
Biasanya seorang bhikkhu yang masih di bawah bimbingan, bila menemukan sesuatu yang tidak diketahui, padahal harus diketahuinya, dia harus segera menanyakan hal tersebut kepada Bhikkhu yang lain yang ahli Vinaya.
Biasanya seorang bhikkhu yang masih di bawah bimbingan, bila menemukan sesuatu yang tidak diketahui, padahal harus diketahuinya, dia harus segera menanyakan hal tersebut kepada Bhikkhu yang lain yang ahli Vinaya.
2.
Jika seorang Bhikkhu mengucapkan
kata-kata yang terlalu berat dan tidak ada gunanya peraturan-peraturan yang
dalam Patimokha pada saat Bhikkhu lain sedang membacakan peraturan-peraturan
tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
3.
Jika seorang Bhikkhu terbukti
melakukan apatti; tetapi pada saat membacakan Patimokha pura-pura berkata:
"baru sekarang ini saya mengetahui apa bila ada peraturan sedemikian itu
dalam Patimokha" dan jika Bhikkhu yang lain mengetahui peraturan tersebut,
maka ia segera mengumumkan ini, ternyata ia masih pura-pura tidak tahu lagi,
maka ia melakukan Pacittiya.
4. Jika seorang Bhikkhu yang merasa
marah, lalu memukul Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
5.
Jika seorang Bhikkhu yang merasa
seolah-olah mau memukul Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan Pacittiya.
6.
Jika seorang Bhikkhu tidak
berdasarkan bukti yang kuat menuduh seorang Bhikkhu lain melakukan Sanghadisesa,
maka ia melakukan Pacittiya.
7.
Jika seorang Bhikkhu dengan sengaja
menimbulkan kekuatiran/kecemasan pada Bhikkhu yang lain, maka ia melakukan
Pacittiya.
8. Jika sekelompok Bhikkhu sedang
bertengkar, lalu seorang Bhikkhu pergi mendengarnya dengan diam-diam apa yang
sedang mereka perdebatkan dengan maksud untuk mengetahui apa yang mereka
katakan, maka ia melakukan Pacittiya.
9.
Jika seorang Bhikkhu telah
menyetujui dan bersedia memegang peranan dalam suatu pengumuman resmi Sangha
yang sesuai dengan Dhamma, tapi kemudian berbalik dan malahan mengkritik dan
mencela Sangha yang menginginkan pengumuman resmi tersebut, maka ia melakukan
Pacittiya.
10. Bila Sangha mengadakan pertemuan
membicarakan suatu pokok persoalan dan jika seorang Bhikkhu yang hadir dalam
pertemuan tersebut meninggalkan pertemuan sebelum pokok persoalan itu
diselesaikan, atau pula tanpa memberikan pendapat (suaranya) sebelum
meninggalkan pertemuan tersebut, maka ia melakukan Pacittiya.
11. Jika seorang Bhikkhu bersama-sama
Bhikkhu yang lain, membentuk suatu kelompok yang menyetujui akan memberikan
sebuah jubah sebagai hadiah Bhikkhu yang lain dan kemudian berbalik mencela dan
mengkritik Bhikkhu-bhikkhu lain dalam kelompok itu dengan mengatakan:
"mereka memberikan jubah dengan suatu maksud", maka ia melakukan
suatu Pacittiya.
12.
Jika seorang Bhikkhu sengaja
mengatur pemberian hadiah kepada seorang yang lain, sedang dayaka tersebut akan
memberikan hadiah itu untuk Sangha, maka ia melakukan Pacittiya.
KELOMPOK KE SEMBILAN: RATANAVAGGA -
Mengenai kekayaan.
1. Jika seorang Bhikkhu tanpa terlebih
dahulu mendapat izin memasuki suatu ruangan dimana seorang Raja dan para
pengiringnya berada di dalamnya, maka ia melakukan Pacittiya.
2. Jika seorang Bhikkhu melihat
barang-barang kepunyaan seorang umat awam yang tercecer di atas tanah lalu
mengambilnya dan menyimpannya untuk dirinya sendiri ataupun dia menyuruh orang
lain untuk memungutnya, maka ia melakukan Pacittiya.
Kecuali bila barang tersebut jatuh di dalam lingkungan Vihara atau di tempat dia tinggal, dia harus memungut dan menyimpan untuk dikembalikan kepada si pemiliknya. Bila ia tidak menyimpannya dan membiarkan barang tersebut di situ, maka ia melakukan Dukkata.
Kecuali bila barang tersebut jatuh di dalam lingkungan Vihara atau di tempat dia tinggal, dia harus memungut dan menyimpan untuk dikembalikan kepada si pemiliknya. Bila ia tidak menyimpannya dan membiarkan barang tersebut di situ, maka ia melakukan Dukkata.
3. Jika seorang Bhikkhu tanpa terlebih
dahulu memberitahukan kepada Bhikkhu yang lain yang tinggal di vihara atau di
tempat yang sama, pergi ke suatu tempat dimana ada umat awam tinggal, maka ia
melakukan Pacittiya. Kecuali ada urusan yang tiba-tiba dan sangat mendesak
hingga ia harus pergi dengan segera.
4. Jika seorang Bhikkhu membuat
sendiri/meminta dibuatkan sebuah tempat penyimpanan jarum yang terbuat dari
tulang, gading/tanduk binatang lainnya, maka ia melakukan Pacittiya.
5. Jika seorang Bhikkhu ingin
mempergunakan sebuah tempat tidur/bangku harus diperhatikan bahwa tingginya
tidak boleh lebih dari delapan sugata (sembilan inci)/22 ½ cm, jika tinggi
kakinya melebihi ini maka ia melakukan Pacittiya.
6. Jika seorang Bhikkhu memiliki sebuah
tempat tidur atau bangku yang dilapisi kapuk, maka ia melakukan Pacittiya.
7. Jika seorang Bhikkhu membuat kain
tempat duduk/nisidana harus diperhatikan bahwa ukurannya adalah sebagai berikut
: panjang dua sugata, lebar 1 ½ sugata dan mempunyai sisi sebagai batasnya satu
sugata. Jika ukurannya melebihi ukuran yang telah ditentukan, maka ia melakukan
Pacittiya.
8. Jika seorang Bhikkhu membuat kain
untuk menutupi luka, harus diperhatikan bahwa ukurannya sebagai berikut :
panjang empat sugata, lebar dua sugata, jika dibuat lebih dari yang telah
ditentukan, maka ia melakukan Pacittiya.
9. Jika seorang Bhikkhu membuat kain
untuk mandi selama musim vassa/ hujan harus diperhatikan bahwa ukurannya
sebagai berikut : panjang enam sugata, lebar dua setengah sugata. Jika ia
membuat yang melebihi ukuran yang telah ditentukan maka ia melakukan Pacittiya.
10.
Jika seorang Bhikkhu membuat jubah
yang lebih besar dari ukuran yang telah ditentukan, maka ia telah melakukan
Pacittiya. Ukuran panjang sebenarnya sembilan sugata dan lebar enam sugata.
EMPAT PATIDESANIYA.
1.
Jika seorang Bhikkhu menerima
makanan dengan secara langsung dengan tangannya sendiri dari seorang Bhikkhuni
yang tak mempunyai hubungan kekeluargaan dengannya, maka ia melakukan
Patidesaniya.
2.
Jika sekelompok Bhikkhu sedang makan
makanan di suatu tempat di mana mereka diundang, kemudian seorang Bhikkhuni
muncul dan memerintahkan memindahkan makanan itu dari tempat ke tempat lain,
maka ia harus memerintahkan pada Bhikkhuni tersebut untuk menghentikan tindakan
itu. Bila mereka tak melakukan hal ini, maka ia melakukan Patidesaniya.
3.
Jika seorang Bhikkhu yang tidak
sakit dan juga tidak diundang menerima makanan dari satu keluarga yang dianggap
oleh Sangha sebagai SEKHA (telah mencapai tingkat kesucian tertentu)/ariya,
tapi masih di bawah latihan dan makan makanan yang diberikan, maka ia melakukan
Patidesaniya.
4.
Jika seorang Bhikkhu tinggal di
suatu hutan lebat dan ia tidak sakit dan ia tak menerima makanan dengan
tangannya sendiri dari seseorang pembantunya dan memakannya tanpa
memberitahukan dahulu bahwa ia akan datang dan tanpa terlebih dahulu si
pembantu tersebut, mengetahui keadaan tempatnya, maka ia melakukan
Patidesaniya.
75 SEKHIYA VATTA - peraturan untuk
melatih diri.
Latihan yang harus dilaksanakan oleh para Bhikkhu untuk melatih diri disebut Sekhiya - vatta.
Sekhiya vatta ini terdiri dari 4 kelompok.
Kelompok pertama disebut Saruppa - mengenai sikap tingkah laku yang tepat.
Kelompok kedua disebut Bhojanapatisamyuta
- mengenai makanan.
Kelompok ketiga disebut
Dhammadesana-patisamyuta - mengenai cara mengajarkan Dhamma.
Kelompok keempat disebut Pakinnaka -
mengenai berbagai peraturan.
KELOMPOK PERTAMA : SARUPPA - mengenai sikap tingkah laku yang tepat.
1.
Saya akan mengenakan jubah dalam
secara rapih.
2.
Saya akan mengenakan jubah luar
secara rapih.
3.
Saya menutupi jubah saya dengan
rapi, bila pergi ke tempat masyarakat umum.
4.
Saya menutupi tubuh saya dengan
rapi, bila duduk, di tempat masyarakat umum.
5.
Saya mengendalikan segala
gerakan-gerakan tubuh saya dengan hati-hati sewaktu pergi ke tempat masyarakat
umum.
6.
Saya mengendalikan segala gerakan
tubuh saya sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
7. Saya akan menjaga arah pandangan
mata saya ke arah bawah selalu, sewaktu pergi ke tempat masyarakat umum.
8. Saya akan menjaga arah pandangan
mata saya ke arah bawah selalu sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
9.
Saya tidak akan menyingsingkan jubah
ke atas sewaktu pergi ke tempat suatu masyarakat umum.
10.
Saya tidak akan menyingsingkan jubah
ke atas, sewaktu duduk di tempat suatu masyarakat umum.
11.
Saya takkan tertawa dengan keras,
sewaktu pergi ke tempat masyarakat umum.
12.
Saya tak tertawa dengan keras,
sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
13.
Saya takkan bicara dengan keras, sewaktu
pergi ke tempat umum.
14.
Saya takkan bicara dengan keras,
sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
15.
Saya takkan menggoyang-goyangkan
tubuh saya, sewaktu pergi ke tempat umum.
16.
Saya takkan menggoyang-goyangkan
tubuh saya, sewaktu duduk di tempat umum.
17.
Saya takkan menggoyang-goyangkan
lengan sewaktu ke tempat masyarakat umum.
18.
Saya takkan menggoyang-goyangkan
lengan saya, sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
19.
Saya takkan menggoyang-goyangkan
kepala, sewaktu ke tempat masyarakat umum.
20.
Saya takkan menggoyang-goyangkan lengan
saya, sewaktu duduk bersama di tempat umum.
21.
Saya tak bertolak pinggang, sewaktu
duduk di tempat masyarakat umum.
22.
Saya takkan bertolak pinggang,
sewaktu ke tempat umum.
23.
Saya takkan menutupi kepala saya
dengan kain, sewaktu ke tempat masyarakat umum.
24.
Saya takkan menutupi kepala saya,
sewaktu duduk di tempat masyarakat umum.
25.
Saya takkan berjalan
berjingkat-jingkat sewaktu berjalan di tempat masyarakat umum.
26.
Saya takkan memeluk lutut sewaktu duduk
bersama masyarakat umum.
KELOMPOK KEDUA : BH0JANAPATISAMYUTA
- mengenai peraturan.
1.
Saya akan menerima makanan pindapata
dengan hati-hati dan penuh perhatian.
2.
Pada waktu menerima makanan
pindapatta, saya akan melihat ke arah mangkok pindapata saja.
3.
Saya akan menerima lauk pauk dalam
jumlah yang sesuai dengan nasi yang saya terima.
4.
Saya akan menerima makanan sesuai
dengan mangkok saya/tidak berlebih-lebihan sehingga tumpah.
5.
Saya akan makan makanan pindapata
dengan hati-hati dan penuh perhatian.
6.
Saya akan melihat mangkok saya
sendiri sewaktu makan.
7.
Saya akan makan makanan pindapata
dengan merata.
8.
Saya akan makan lauk pauk berimbang
dengan nasi.
9.
Saya takkan mengambil makanan/nasi dari
atas ke bawah.
10. Saya takkan menyembunyikan lauk pauk
di bawah nasi dengan maksud untuk mendapat lebih banyak.
11.
Saya takkan meminta nasi atau lauk
pauk untuk kepentingan diri sendiri kecuali sedang sakit.
12.
Saya tidak akan melihat dengan iri
hati pada mangkuk orang lain.
13.
Saya takkan membuat sebuah suapan
yang besar.
14.
Saya akan membuat sebuah suapan yang
bulat.
15.
Saya takkan membuka mulut saya
sebelum suapan makanan dekat sekali dengan mulut.
16.
Saya takkan memasuki jari tangan
saya ke dalam mulut sewaktu menyuap makanan.
17.
Saya takkan bicara dengan mulut
penuh makanan.
18.
Saya takkan makan dengan melemparkan
makanan ke dalam mulut.
19.
Saya takkan makan dengan menggigit-gigit
bongkahan nasi.
20.
Saya takkan makan dengan
menggembungkan pipi.
21.
Saya takkan menggoyang-goyangkan tangan
pada saat sedang makan.
22.
Saya takkan
menjatuhkan/menghambur-hamburkan butir-butir nasi di waktu makan.
23.
Saya takkan menjulurkan lidah selagi
makan.
24.
Saya takkan menimbulkan bunyi kecap
selama sedang makan.
25.
Saya takkan makan dengan menimbulkan
bunyi seolah-olah mengisap (karena berkuah).
26.
Saya takkan menjilat tangan sewaktu
makan.
27.Saya takkan mengeruk dasar mangkok
dengan jari-jari tangan, untuk menimbulkan kesan sudah hampir habis makan.
28.
Saya takkan menjilat bibir sewaktu
makan.
29.Saya takkan membuang air pencuci
mangkok, yang berisi butir nasi di daerah yang ada penduduknya.
30.
Saya takkan menerima mangkok dari
barang pecah belah/yang berisi minuman selagi tangan kotor dengan makanan.
KELOMPOK KETIGA:
DHAMMADESANAPATISAMYUTA - mengenai cara mengajarkan Dhamma.
Seorang Bhikkhu harus melatih diri mengajarkan Dhamma dengan cara sebagai berikut :
Saya takkan mengajarkan Dhamma kepada, orang yang tak sakit, tatkala :
Seorang Bhikkhu harus melatih diri mengajarkan Dhamma dengan cara sebagai berikut :
Saya takkan mengajarkan Dhamma kepada, orang yang tak sakit, tatkala :
1.
Memegang sebuah payung di tangannya.
2.
Memegang sebuah tongkat/pemukul di
tangannya.
3.
Memegang pisau/senjata tajam di
tangannya.
4.
Memegang sebuah senjata/apapun di
tangannya.
5.
Memegang sandal di kakinya.
6.
Memegang/memakai sepatu di kakinya.
7.
Berada di atas sebuah kendaraan yang
sempit sekali.
8.
Berbaring di atas tempat tidur.
9.
Duduk dengan memeluk lutut.
10.
Memakai penutup/ikat kepala/turban.
11.
Kepalanya terbungkus.
12.
Duduk di atas kursi sedang saya
duduk di atas tanah.
13.
Duduk di atas tempat duduk yang
tinggi sedang saya duduk di tempat yang rendah.
14.
Sedang bejalan di depan sedangkan
saya berjalan di belakang.
15.
Sedang duduk sedang saya berdiri.
16.
Sedang berjalan di jalan, sedangkan
saya berjalan di luar/di tepi jalan.
KELOMPOK KEEMPAT: PAKINNAKA - aneka
macam peraturan.
Seorang Bhikkhu harus melatih diri, sebagai berikut :
Jika saya tidak sakit,
1.
Saya tidak akan membuang air
besar/air kecil sambil berdiri.
2.
Saya tidak akan membuang air besar,
air kecil atau pun meludah pada tumbuh-tumbuhan.
3.
Saya tidak akan membuang air besar,
air kecil atau meludah di dalam/ di luar air.
7 ADHIKARANA SAMATHA
Adhikarana Samatha adalah sidang Sangha yang harus dihadiri sekurang-kurangnya oleh 20 orang Bhikkhu, untuk mengadili/memutuskan kesalahan/ pelanggaran yang telah dilakukan oleh seorang Bhikkhu, atau dengan pembacaan pengumuman resmi oleh Sangha.
1. Penyelesaian Adhikarana tersebut di
atas di hadapan Sangha, di hadapan seseorang, di hadapan benda yang
bersangkutan dan di hadapan Dhamma.
2.
Pembacaan pengumuman resmi oleh
Sangha bahwa seseorang yang telah mencapai Arahat, adalah orang yang penuh
kesadaran, agar tak seorang pun menuduhnya melakukan Apatti.
3. Pembacaan pengumuman resmi oleh
Sangha bagi seorang Bhikkhu yang sudah sembuh dari sakit jiwa agar tidak
seorang pun menuduhnya melakukan Apatti yang mungkin ia lakukan ketika ia masih
sakit jiwa.
4. Penyelesaian suatu Apatti sesuai
dengan pengakuan yang diberikan oleh si tertuduh yang mengakui secara jujur apa
yang telah dilakukannya.
5.
Keputusan dibuat sesuai dengan suara
terbanyak.
6.
Pemberian hukuman kepada orang yang
melakukan kesalahan.
7. Pelaksanaan perdamaian antara dua
pihak yang berselisih tanpa terlebih dahulu dilakukan penyelidikan tentang
perselisihan itu.
0 komentar:
Posting Komentar